Mencegah Perilaku Seksual
Menyimpang pada Anak
Beberapa waktu yang lalu kita
dikagetkan dengan mencuatnya kasus Riyan, pemuda berperilaku seksual menyimpang
(homoseksual) yang dengan sadar telah membunuh secara sadis beberapa ”teman
dekatnya”. Sampai sekarang kasus tersebut masih terus ditangani polisi.
Perilaku seksual menyimpang semacam itu sejatinya bukan sesuatu yang baru.
Sejak jaman Nabi Luth AS, perilaku yang diistilahkan dengan Liwath ini sudah
ada.
“Dan (Kami juga telah mengutus)
Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: ’Mengapa
kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh
seorangpun (di dunia ini) sebelummu?’ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah
kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: ’Usirlah
mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.’ Kemudian Kami selamatkan
dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang
tertinggal (dibinasakan)”. (QS. Al-A’raf: 80-83).
Perilaku homoseksual sejatinya
merupakan bentuk perilaku seksual yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan.
Hubungan seksual dalam Islam tidak hanya sekadar untuk memuaskan hawa nafsu
semata, tetapi memiliki tujuan penting menyangkut kelangsungan kehidupan, yaitu
untuk melanjutkan keturunan. Dengan begitu, maka hubungan seks sejenis jelas
tidak dibenarkan karena tidak mungkin akan menghasilkan keturunan. Agar
perilaku seksual menyimpang ini tidak berkembang, maka harus dilakukan
pencegahan sedini mungkin. Dan Islam telah memberikan beberapa alternatif
pencegahannya.
Langkah-Langkah Pencegahan
1. Menjauhkan anak dari berbagai
rangsangan
Manusia adalah makhluk ciptaan
Allah yang paling sempurna. Pada diri manusia terdapat potensi (dorongan) hidup
yang senantiasa mendorong untuk melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan.
Pertama yang disebut dengan kebutuhan jasmani (hajatu al-’udhawiyah) seperti
makan, minum, dan membuang hajat. Kebutuhan ini menuntut pemenuhan yang
bersifat pasti. Kalau tidak terpenuhi, seseorang akan mati. Tidak ada orang
yang kuat terus menerus menahan lapar dan haus, begitu pula buang hajat. Kedua,
adalah naluri (gharizah) yang menuntut adanya pemenuhan saja. Jika tidak
dipenuhi, manusia tidak akan mati, tapi akan merasa gelisah, hingga
terpenuhinya kebutuhan tersebut. Salah satu bentuk naluri (gharizah) adalah
naluri mempertahankan jenis (gharizah an-nau’) yang manifestasinya bisa berupa
dorongan seksual. Dari segi munculnya dorongan (tuntutan pemuasan), kebutuhan
jasmani bersifat internal, yakni muncul dari dalam diri manusia sendiri. Orang
ingin makan karena lapar, ingin minum karena haus, ada atau tidak ada makanan. Sementara
naluri baru akan muncul kalau ada rangsangan-rangsangan dari luar. Dorongan
seksual muncul misalnya setelah melihat atau membayangkan wanita yang cantik,
membaca buku, nonton film dan sebagainya.
Demikian juga hasrat untuk
melakukan homoseksual akan muncul bila terdapat rangsangan-rangsangan yang
mendorong untuk mencoba atau melakukannya. Ada dua rangsangan yang umumnya
merangsang manusia, yaitu pikiran dan realitas yang nampak. Pemikiran liberali
telah mendorong orang untuk mencoba melakukan homoseks. Menurut paham ini,
orang bebas melakukan apa saja termasuk dalam memenuhi dorongan seksualnya.
Tolok ukurnya pun bersifat materialistik. Karenanya, aktivitas homoseksual
ditempatkan sebatas sebagai cara memuaskan hasrat seksual. Padahal, dalam Islam,
seksualitas merupakan nikmat Allah SWT untuk melanjutkan keturunan. Selain itu,
alasan hak asasi manusia (HAM) sering kali dijadikan sebagai dalih. Selama
pemikiran-pemikiran ini terus dikembangkan di tengah masyarakat atas nama
kebebasan pribadi dan berekspresi, maka penyimpangan seksual tersebut akan
tetap ada.
Islam adalah agama yang sempurna.
Di dalamnya terdapat aturan-aturan tentang bagaimana seharusnya manusia
memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri-naluri yang ada pada dirinya. Allah SWT
telah menganugerahkan potensi-potensi tersebut sekaligus cara-cara
pemenuhannya. Aturan-aturan ini dibuat tidak lain adalah untuk kebaikan manusia
itu sendiri. Allah yang menciptakan manusia, Dia pula yang paling tahu apa yang
terbaik bagi hambaNya. Karena dorongan seksual ini baru akan muncul jika ada
rangsangan dari luar, maka Islam telah memberi seperangkat pemahaman yang dapat
mengatur kecenderungan seksual manusia secara positip, yaitu dengan seperangkat
aturan dalam urusan pernikahan dan segala sesuatu yang terpancar darinya. Islam
juga berusaha mencegah dan menjauhkan manusia dari segala hal yang bisa
membangkitkan perasaan seksualnya.
2. Menguatkan identitas diri
sebagai anak laki-laki atau perempuan
Telah ditentukan oleh Allah,
bahwa segala sesuatu diciptakan secara berpasang-pasangan. Allah telah
menciptakan malam, maka diiringi dengan siang. Begitu pula diciptakan laki-laki
oleh Allah sebagai pasangan wanita.
Dan segala sesuatu kami ciptakan
berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.
Dan Allah menciptakan kamu dari
tanah, kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan
(laki-laki dan perempuan).
Secara fisik maupun psikis,
laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan yang mendasar. Perbedaan tersebut
telah diciptakan sedemikian rupa oleh Allah. Adanya perbedaan ini bukan untuk
saling merendahkan, namun semata-mata karena fungsi yang kelak akan
diperankannya. Mengingat perbedaan tersebut, maka Islam telah memberikan
tuntunan agar masing-masing fitrah yang telah ada tetap terjaga. Islam
menghendaki agar laki-laki memiliki kepribadian maskulin, dan perempuan
memiliki kepribadian feminin. Islam tidak menghendaki wanita menyerupai
laki-laki, begitu juga sebaliknya. Pola asuh orang tua dan stimulasi yang
diberikan, memiliki peran yang besar dalam memperkuat identitas anak sebagai
laki-laki atau perempuan.
“Dari Ibnu Abbas ra berkata:
“Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang berlagak wanita, dan wanita yang
berlagak meniru laki-laki. Dalam riwayat yang lain: “Rasulullah SAW melaknat
laki-laki yang meniru wanita dan wanita yang meniru laki-laki“. (HR. Bukhari).
3. Membatasi pergaulan sejenis
Disamping telah memberikan aturan
bagaimana bergaul dengan lawan jenis, Islam juga memberikan atauran hubungan
sejenis. Terkait masalah ini, Rasulullah SAW bersabda:
”Janganlah seorang laki-laki
melihat aurat laki-laki, jangan pula perempuan melihat aurat perempuan.
Janganlah seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut, begitu
juga janganlah perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut” (HR.
Muslim).
Laki-laki yang melihat aurat
laki-laki ataupun perempuan yang melihat aurat sesama perempuan akan
terangsang. Hal ini dapat menjadi pemicu penyimpangan seksual. Apalagi kalau
tidur dalam satu selimut.
4. Secara sistemik menghilangkan
berbagai hal di tengah masyarakat yang dapat merangsang orang untuk melakukan
homoseksual.
Saat ini banyak beredar VCD
terkait dengan homoseksual. Bahkan tayangan-tayangan di televisi juga
seringkali menghadirkan sosok laki-laki yang menyerupai perempuan. Di dunia
maya juga berkeliaran promosi tentang itu. Dalam hal ini diperlukan kebijakan
yang tegas dari Pemerintah agar masyarakat terjaga, dan anak-anak tidak
terdorong untuk mencoba.
Penutup
Pertumbuhan dan perkembangan masa
kanak-kanak merupakan masa yang sangat penting. Baik pertumbuhan organ
fisiknya, psikologis dan sosialisasi atau interaksi dengan lingkungan
sekitarnya. Pada masa ini hendaklah para orang tua memberikan bimbingan dan
pengarahan termasuk di dalamnya masalah seksual. Hendaknya para orang tua
memberikan bimbingan dengan bijaksana. Dalam hal ini Islam telah memberikan
pedoman-pedomannya. Islam sebagai sistem ajaran yang lengkap telah memberikan
tuntunan kepada para pemeluknya, termasuk masalah seksual. Pelanggaran dan
ketidaktaatan terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah dan RasulNya
akan menyebabkan kehancuran peradaban manusia.
0 komentar:
Posting Komentar